السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Oleh : Muhammad Abduh Tuasikal
Saat ini muslim tidak lagi
punya kekhasan sendiri. Yang ada dari gaya dan penampilan bahkan akhlak dan
tingkah lakunya hanya ingin mengikuti gaya barat atau gaya orang kafir. Coba
kita lihat dari model rambut, cara berpakaian dan penampilan muda-mudi saat
ini, sudah sama dengan gaya Ronaldo, Roberto dan Jenifer. Begitu pula termasuk
perayaan seperti Ultah dan New Year yang pemuda muslim rayakan semuanya diimpor
dari ajaran non-muslim, bukan ajaran Islam sama sekali. Benarlah disebutkan
dalam hadits, umat Islam selangkah demi selangkah akan mengikuti jejak non
muslim.
Sunnatullah, Orang Muslim akan
Mengikuti Jejak Orang Kafir
Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ
السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا
بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ
وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi
hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal,
sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu
‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?”
Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)
Dari Abu Sa’id Al Khudri
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى
لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti
jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi
sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob
(yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para
sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan
Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Ibnu Taimiyah menjelaskan,
tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak
Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 27: 286.
Syaikhul Islam menerangkan pula
bahwa dalam shalat ketika membaca Al Fatihah kita selalu meminta pada Allah
agar diselamatkan dari jalan orang yang dimurkai dan sesat yaitu jalannya
Yahudi dan Nashrani. Dan sebagian umat Islam ada yang sudah terjerumus
mengikuti jejak kedua golongan tersebut. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 1: 65.
Imam Nawawi –rahimahullah–
ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr
(sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang
penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat
mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki
mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal
kekafiran mereka yang diikuti. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi
beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”
(Syarh Muslim, 16: 219)
Larangan Tasyabbuh
Walau itu sudah jadi
sunnatullah, namun bukan berarti mengikuti jejak ahli kitab dan orang kafir
jadi boleh. Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang
menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu
Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad
hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari
ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami
siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kenapa sampai kita dilarang
meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أَنَّ
الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي
الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam perkara
lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena
itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).
Di tempat lain dalam Majmu’ Al
Fatawa, beliau berkata,
فَإِذَا
كَانَ هَذَا فِي التَّشَبُّهِ بِهِمْ وَإِنْ كَانَ مِنْ الْعَادَاتِ فَكَيْفَ
التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِيمَا هُوَ أَبْلَغُ مِنْ ذَلِكَ ؟!
“Jika dalam perkara adat
(kebiasaan) saja kita dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi dalam
perkara yang lebih dari itu?!” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 332)
Macam-Macam Tasyabbuh
Tasyabbuh dengan orang kafir
ada dua macam: (1) tasyabbuh yang diharamkan, (2) tasyabbuh yang mubah (boleh).
1- Tasyabbuh yang haram adalah
segala perbuatan yang menjadi kekhususan ajaran orang kafir dan diambil dari
ajaran orang kafir, tidak diajarkan dalam ajaran Islam.
Terkadang tasyabbuh seperti ini
dihukumi dosa besar, bahkan ada yang bisa sampai tingkatan kafir tergantung
dari dalil yang membicarakan hal ini. Tasyabbuh yang dilakukan bisa jadi karena
memang ingin mencocoki ajaran orang kafir, bisa jadi karena dorongan hawa
nafsu, atau karena syubhat bahwa hal tersebut mendatangkan manfaat di dunia
atau di akhirat.
Bagaimana jika melakukannya
atas dasar tidak tahu seperti ada yang merayakan ulang tahun (Ultah) padahal
ritual seperti ini tidak pernah diajarkan dalam Islam? Jawabnya, kalau dasar
tidak tahu, maka ia tidak terkena dosa. Namun orang seperti ini harus
diberitahu. Jika tidak mau nurut, maka ia berarti berdosa.
2- Tasyabbuh yang dibolehkan
adalah segala perbuatan yang asalnya sebenarnya bukan dari orang kafir. Akan
tetapi orang kafir melakukan seperti ini. Maka tidak mengapa menyerupai dalam
hal ini, namun bisa jadi luput karena tidak menyelisihi mereka. Contohnya
adalah seperti membiarkan uban dalam keadaan putih. Padahal disunnahkan jika
warnanya diubah selain warna hitam. Namun jika dibiarkan pun tidak terlarang
keras.
Namun perlu diperhatikan bahwa
ada syarat bolehnya tasyabbuh dengan orang kafir:
1- Yang ditiru bukan syi’ar
agama orang kafir dan bukan menjadi kekhususan mereka.
2- Yang diserupai bukanlah
perkara yang menjadi syari’at mereka. Seperti dalam syari’at dahulu dalam
rangka penghormatan, maka disyari’atkan sujud. Namun dalam Islam telah dilarang.
3- Syari’at menjelaskan
bolehnya bersesuaian dalam perbuatan tersebut, namun khusus untuk amalan
tersebut saja. Seperti misalnya dahulu Yahudi melaksanakan puasa Asyura, umat
Islam pun melaksanakan puasa yang sama. Namun juga diselisihi dengan menambahkan
puasa pada hari kesembilan dari bulan Muharram.
4- Menyerupai orang kafir di
sini tidak sampai membuat kita menyelisihi ajaran Islam. Misalnya, orang kafir
sekarang berjenggot. Itu bukan berarti umat Islam harus mencukur jenggot supaya
berbeda dengan orang kafir karena memelihara jenggot sudah menjadi perintah
bagi pria muslim.
5- Menyerupai orang kafir di
sini bukan dalam perayaan mereka. Misalnya, orang kafir merayakan kelahiran Isa
(dalam natal), maka bukan berarti kita pun harus merayakan kelahiran Nabi
Muhammad (dalam Maulid Nabi). Jadi tidak boleh tasyabbuh dalam hal perayaan
orang kafir.
6- Tasyabbuh hanya boleh dalam
keadaan hajat yang dibutuhkan, tidak boleh lebih dari itu.
Lihat bahasan dalam Kitab Sunan
wal Atsar fin Nahyi ‘an At Tasyabbuh bil Kuffar, oleh Suhail Hasan, hal. 58-59.
Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 2025.
Wallahul muwaffiq.
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud,
Riyadh-KSA, 20 Shafar 1434 H
www.rumaysho.com